Membayangkan Internasionale Kuba Sampai pada Kita
Sosok revolusioner Fidel Castro dan Che Guevara (Sumber: Redfish) |
Oleh: M. Husain Maulana
Kuba tidak memberikan apa yang tersisa, tapi Kuba memberikan apa yang dimilikinya tanpa meminta imbalan apa pun (Fidel Castro)
Pada malam yang masih belum dipenuhi cahaya listrik. Pada tahun 1959 penanggalan sejarah, wajah Kuba mulai berubah.
Tercatat pada tahun kemenangan revolusi itu, angka partisipasi masyarakat dalam hal pendidikan dan kerja masih rendah. Angka melek huruf cukup menyedihkan dan penyakit usus banyak sekali diderita penduduknya. Keadaan ini bahkan diperparah dengan minimnya jumlah rumah sakit dan sekolah yang bisa diakses oleh masyarakat. Namun, apa yang terjadi selanjutnya, lebih dari 400 juta perempuan di dunia saat ini buta huruf, tetapi tidak ada satu pun yang berasal dari Kuba. Lebih dari 100 juta anak di dunia saat ini tidak bisa masuk sekolah dasar, namun tidak ada satu pun yang berasal dari Kuba. Dokter di Kuba saat ini begitu melimpah sehingga 1 dokter bisa tersedia untuk 140 orang penduduknya. Kuba telah menjadi negeri yang bebas buta huruf dengan sekolah dan layanan kesehatan gratis yang tersebar merata di berbagai kawasannya. Semua bisa terjadi karena: Revolusi!
Dan revolusi Kuba bukan hanya sekadar kekerasan dan pertumpahan darah. Revolusi Kuba adalah program terencana dan tersistematis untuk meningkatkan kesejahteraan: literasi, kesehatan, dan ekonomi yang memihak pada mayoritas rakyat. Revolusi Kuba berasal dari cinta —seperti yang sering dikutip dari Che Guevara. Cinta itu mengejewantah pada keberpihakan, pada kemanusiaan, pada dokter-dokter dan guru-guru hasil didikan program pendidikan Kuba yang dikirimkan ke berbagai penjuru dunia dengan misi solidaritas internasional.
Margaret Randall, dalam bukunya yang berjudul Eksporting Revolution: Cuba’s Global Solidarity menarasikan Kuba dengan cemerlang. Buku terbitan Duke University Press tahun 2017 dengan tebal 270 halaman ini memberikan pandangan yang lebih dekat —dan melawan narasi arus utama—untuk memahami Kuba. Penulis memotret peran Internasionalis Kuba dan perannya untuk dunia. Ide, konsep, gagasan, serta praktek Kuba menyelenggarakan sistem pendidikan dan Kesehatan nasional diekspor ke berbagai Kawasan. Beberapa pelaku dari Zambia, Angola, Ethopia, dan negeri yang lain dihadirkan langsung dalam buku ini. Kesaksian yang dihadirkan begitu menggetarkan sekaligus mengharukan. Pemikiran Hegel tentang Wetgeist terbukti bekerja, meskipun semangat internationale yang digaungkan Karl Marx lebih banyak terbukti dan mampu dijelaskan cara kerjanya.
Membicarakan Kuba seringkali orang-orang berhenti pada pesona pantai-pantai Karibia dan kebesaran tokohnya, sebutlah Fidel Castro dan Che Guevara. Padahal tidak hanya itu. Che, Fidel, Lenin, Mao, dan beberapa tokoh revolusi lain di panggung sejarah mengatakan dengan lantang bahwa revolusi adalah karya berjuta-juta massa. Di Kuba, di tengah rimba belantara perang gerilya, Che Guevara dan beberapa pemimpin militer lain Kuba memimpin langsung sekolah membaca dan menulis di sela-sela pengaturan strategi perang bawah tanah di tengah hutan lebat. Rencana pembuatan rumah sakit dan sekolah gratis untuk calon dokter adalah salah satu agenda utama setelah revolusi dimenangkan.
Dan Kuba, di antara debur ombak pantai-pantainya, di bawah warisan puisi dan perlawanan Jose Marti, akhirnya rakyat Kuba berhasil menikmatinya.
Kuba memiliki sejarah perlawanan panjang. Dalam narasi barat, pulau ini ditemukan dalam pelayaran Christoper Colombus yang kemudian berdampak pada kolonialisasi yang dilakukan Spanyol mengeruk kekayaan pribumi yang bertempat di dalamnya. Sejak saat itu, peperangan melawan penjajahan seperti tidak pernah berhenti. Bahkan, perang terakhir melawan Spanyol dengan bantuan Amerika Serikat (AS), tidak lain adalah upaya AS untuk melakukan hal yang sama. Kekecewaan dan kegagalan AS ini nantinya berdampak pada embargo dan upaya tiada henti untuk membunuh kemenangan Revolusi Kuba. Namun, sejarah kemenangan kemanusiaan Kuba terus bertahan. “Kuba adalah negara Amerika Latin atau Karibia terakhir yang memerdekakan diri dari kolonialisme dan yang pertama membebaskan diri dari kontrol imperialis,” tulis Margaret Randall.
Tradisi angkat senjata untuk membela tanah air bukan hal baru bagi Kuba. Seperti yang terus menerus diingatkan oleh para pemimpin Kuba, “Perang adalah bagian yang mudah, sementara membangun masyarakat berbasis keadilan akan jauh lebih sulit.” Pengaturan kesejahteraan sosial masyarakat inilah yang kemudian menjadi program utama sebagai amanat kemenangan revolusi Kuba.
Pada praktiknya, kemenangan Revolusi Kuba menyebabkan perubahan langsung dan penting di negara ini. Pada bulan Februari 1959, hanya beberapa bulan setelah pemberontak menggulingkan kediktatoran Batista, Konstitusi 1940 diberlakukan kembali. Pada sebuah demonstrasi besar-besaran di bulan Maret, Fidel Castro menjelaskan bahwa pemerintah baru akan melarang diskriminasi rasial dan mengadopsi undang-undang perlindungan pekerja. Pada bulan April semua tempat perjudian dan semua pantai pribadi dibuka untuk umum. Pada bulan Mei Undang-Undang Reformasi Agraria pertama diproklamasikan. Nasionalisasi industri besar dan bank juga datang dengan cepat. Pada tanggal 13 Oktober 1960, pemerintah baru mengambil alih kendali atas 376 perusahaan Kuba dan kurang dari dua minggu kemudian menasionalisasi 166 properti AS. Reformasi pertanahan dijalankan untuk menghapus kepemilikan asing atas tanah-tanah besar serta reformasi perkotaan diberlakukan untuk mengurangi real estat akumulatif dan membatasi dua jumlah rumah yang dapat dimiliki seseorang. Pendidikan dan perawatan kesehatan dinyatakan sebagai hak asasi manusia serta jaminan sosial ada di bawah kendali pusat dan dapat diakses oleh semua.
Revolusi Kuba melahirkan identitas nasional dan internasional yang unik. Kuba tidak hanya berhenti pada pembangunan kesejahteraan dalam negerinya, tapi Kuba juga melakukan peran-peran terbaiknya untuk negeri lain yang tidak lebih menderita dari apa yang pernah dialaminya. Keadaan ini yang membuat Margaret Randall memberikan judul bukunya: Eksporting Revolution. Hal ini berarti semangat Revolusi bisa diekspor, perjuangan pembebasan manusia untuk kesejahteraan bisa dilakukan tanpa mengenal batas-batas negara.
Margaret Randall, lebih lanjut, membagi pembahasan bukunya dalam pendekatan yang kompherensif. Sebagai perempuan kelahiran New York (AS) yang hidup di Kuba dari tahun 1969 sampai 1980, Ia menunjukkan kapasitasnya melakukan potret keadaan sosiokultural dan historis Kuba dengan lengkap. Ia memulai dari pendekatan budaya seni dan sastra di Kuba sebagai iklim yang luar biasa menggembirakan dan masuk dalam program revolusi. Bab selanjutnya Ia melakukan pendekatan historis pada Kuba dengan ketahanannya pada embargo AS dan kejatuhan Uni Soviet yang masih terus membuat Kuba survive. Pada bab-bab yang lebih lanjut, Margareth Randall menyuguhkan kesaksian internasionalis Kuba di berbagai wilayah dan gambaran lengkap keadaan pendidikan, kesahatan, dan olah raga di Kuba yang inklusif dan terus mendukung inovasi dan perkembangan yang signifikan.
Kuba, dalam buku Eksporting Revolution, diulas bukan sebagai upaya romantisme. Kuba masih terus bertahan dengan pembangunan kesejahteraan sosialnya sampai hari ini. Pendidikan inklusi Kuba dan layanan kesehatan universal serta solidaritas globalnya adalah nilai unggul sebuah bangsa dan penting untuk dipelajari. Sebagaimana yang sering diserukan para pemimpin Kuba bahwa belajar adalah bahan bakar revolusi. Sebagaimana yang Fidel Castro serukan, “Apa yang kalian tahu, ajarkan! Apa yang kalian tidak tahu, pelajari!”
Pendidikan dan Kesehatan Gratis untuk semua
Margaret Randall memulai ulasan tentang pendidikan di Kuba dengan menarik. “Seperti halnya perawatan kesehatan, keunggulan keseluruhan dalam pendidikan hanya benar-benar dapat dicapai dalam sistem universal. Inilah arah yang diambil Kuba. Di Kuba, orang memahami kekuatan sosial dan politik yang bekerja dan kepentingan yang mereka wakili. Mereka sadar akan apa yang terjadi di seluruh dunia dan dapat mengevaluasi posisi mereka di dalamnya,” ucapnya.
Dalam pendekatan teori pekerjaan sosial makro, Kuba, di tahun 1961, melalui Gerakan 26 Juli telah melakukan intervensi Community Involvemen yang mencengangkan. Pertama, Kuba memulainya dengan Brigade Conrado Benítez yang terdiri dari 100.000 sukarelawan dari kota dengan rentang usia antara sepuluh dan sembilan belas tahun untuk pergi dan tinggal dan bersama para siswa yang berkisar dari pria dan perempuan muda hingga orang-orang tua di pedesaan. Pada siang hari mereka bekerja bersama tuan rumah, biasanya di ladang. Hal ini memungkinkan mereka untuk lebih memahami kehidupan kerja keras dan kekurangan yang dihadapi di daerah-daerah terpencil Kuba. Hal ini juga mendorong murid-murid untuk menghormati mereka yang telah meninggalkan satu tahun kehidupan kota yang nyaman untuk datang dan mengajar mereka. Brigade Conrado Benitez ini mengadakan kelas mereka di malam hari. Kelompok kedua adalah mereka yang menjadi Guru Literasi Rakyat. Mereka ini sebenarnya merupakan orang dewasa yang secara sukarela pergi setiap hari untuk mengajar di kota-kota besar atau kecil. Contohnya seperti Tiga belas ribu pekerja pabrik yang mengadakan kelas setelah jam kerja untuk rekan-rekan mereka yang buta huruf. Kelompok ketiga adalah Homeland or Death Brigade, Mereka terdiri dari lima belas ribu pekerja dewasa yang dibayar untuk mengajar di daerah pedesaan sementara rekan kerja mereka mengisi pekerjaan mereka dan menjaga produksi agar tetap di tingkatan yang wajar. Dan kelompok keempat adalah Brigade Guru Sekolah yang terdiri dari Lima Belas Ribu guru profesional yang mengawasi aspek teknis dan organisasi kampanye serta mengembangkan formulasi lebih lanjut.
Materi pendidikan yang digunakan dalam kampanye pendidikan Kuba menekankan nilai-nilai baru yang ingin ditanamkan oleh Revolusi. Beberapa orang bisa saja mengkritik materi-materi tersebut dan mengklaim bahwa materi-materi itu dipolitisasi. Tentu saja materi-materi tersebut dipolitisasi. Semua materi seperti itu, tidak peduli dari mana asalnya, sebutlah Amerika, Inggris, dan lain-lainnya, pasti mencerminkan ideologi mereka yang memproduksinya. Tetapi betapa menarik dan menyegarkannya isi buku kerja dan kurikulum Kuba. Alih-alih mendorong cita-cita keunggulan nasional, persaingan yang sia-sia, dan konsumerisme, buku-buku itu justru menyebarkan pengetahuan tentang sejarah dan rasa kebanggaan nasional, keadilan, kerja sama, dan kewajaran.
Akhirnya sekolah-sekolah dengan nilai keadilan dan solidaritas ini bermunculan di seluruh negeri. Sekolah-sekolah ini menjadi keunggulan pendidikan Kuba. Dan tentu saja setiap aspek pendidikan ini gratis, mulai dari seragam, makanan, dan buku pelajaran hingga kampus fisik yang indah dengan laboratorium mutakhir dan fasilitas olahraga canggih.
Margaret Randall, dalam tema pendidikan dan kesehatan ini, melakukan kritik yang tajam pada Amerika Serikat. Di dalam ulasannya, Ia mengatakan, “Media korporat Amerika Serikat, dengan mitos ketidakberpihakannya, telah membuat generasi demi generasi mempercayai kebohongannya tentang negara Karibia kecil di selatan ini. Dan yang lebih buruk adalah kegagalan sistem pendidikan AS untuk mengajarkan pemikiran kritis yang membuat orang tidak mengajukan pertanyaan logis. Kita telah diberi makan kebohongan yang melukiskan bahwa sosialisme sebagai sistem diktatorial hingga menggambarkan perawatan kesehatan universal sebagai berbahaya bagi kesejahteraan penduduk. Amerika menyerukan untuk orangorang agar mengambil pilihan yang tepat, tapi mereka melupakan bahwa untuk mengambil pilihan yang tepat, seseorang harus memiliki akses ke informasi yang benar, kesehatan, pekerjaan, keselamatan, pendidikan, dan kesetaraan kesempatan. Semua ini telah menghasilkan situasi di mana sejumlah besar warga AS menerima cerita resmi dan mempercayai bahwa apa pun yang disebut komunis atau sosialis pastilah buruk (meskipun mereka sering tidak dapat menjelaskan alasannya), dan menjauhkan diri dari perawatan kesehatan universal dan pendidikan gratis sebagai hal yang tidak dapat dicapai karena seseorang tidak memiliki pilihan. Lihatlah bagaimana Amerika Serikat mempertahankan versi demokrasinya dalam berbagai siklus pemilihan yang telah menghasilkan pemimpin dengan begitu banyak uang yang mereka habiskan, janji palsu yang mereka buat, seberapa cekatan mereka dapat memutarbalikkan fakta, dan seberapa meyakinkan mereka berbohong.”
Fakta pentingnya, di tahun 2017, Kuba membelanjakan sekitar 18,7 persen dari produk domestik brutonya untuk pendidikan, dibandingkan dengan hanya 5,7 persen yang dilakukan Amerika Serikat. Garis bawah tebalnya adalah Kuba begitu memperhatikan dengan serius perihal pendidikan. Dan ini tidak sekadar pendidikan gratis dan maju untuk negerinya, tetapi juga sampai ke negeri-negeri lain.
Pada tahun 2000, Leonela Relys Dias, praktisi pendidikan dari Kuba yang berusia 53 tahun dan merupakan lulusan penting Community Involvement pendidikan pada tahun 1961, mengembangkan program Yo sí puedo. Terjemahan inggrisnya: Yes I Can. Program yang awalnya dikembangkan dalam bahasa Spanyol ini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, termasuk Portugis, Inggris, Quechua, Ay-mara, Kreol, dan Swahili. Ini adalah landasan dari upaya pendidikan luar negeri Kuba dan model bagi pengentasan buta huruf di seluruh dunia. Menurut tinjauan Margaret Randall, program ini di tahun 2017 saja telah memungkinkan lebih dari enam juta orang di Dua Puluh Sembilan negara untuk membaca dan menulis. Leonela Relys Díaz sebagai pencetus program ini mulai menyempurnakan programnya ketika tahun 1999 saat ia meninggalkan Kuba dalam rangka memberikan perhatian penuh pada pengembangan proyek melek huruf di Haiti. Dalam metode Yes I Can, keaksaraan yang rendah tidak dilihat sebagai masalah individu tetapi masalah sosial yang solusinya membutuhkan pendekatan seluruh masyarakat. Karena begitu efektifnya program ini, pada tahun 2003 Yes I Can diluncurkan di Guinea-Bissau, lalu pada rentang tahun 2003 dan 2005, program ini diterapkan di Venezuela dengan melibatkan 1,5 juta orang yang terlibat. Dan pada tahun 2005, Venezuela melalui pemerintah Hugo Chavez mendeklarasikan dirinya sebagai wilayah bebas buta huruf. Bahkan sampai pada tahun 2006, program ini membantu pengentasan buta huruf di Timor-timor yang disesuaikan dengan bahasa lokalnya. King Sejong Literacy Prize dari Unesco pada tahun 2006 menganugerahkan penghargaan kepada Institut Pedagogis Amerika Latin dan Karibia Kuba untuk mengembangkan dan menyebarluaskan program Yes I Can. Pada tahun 2012, Institut ini menerima penghargaan Mestres 68 Prize. Leonela Relys Díaz, pencetus programnya, meninggal karena kanker pada tahun 2015 dan program Yes I Can masih saja terus terus berlanjut, terus bergerak, dan diaplikasikan di mana pun.
Keadaan kesehatan Kuba juga sama mengesankannya dengan pendidikan. Mengenai kesehatan ini, dalam ulasannya, Margaret Randall mengatakan, “Dengan kemenangan Revolusi, Kuba segera memprioritaskan kesehatan. Dan warga Kuba dari setiap kelas sosial menerima pendidikan yang memungkinkan mereka yang berminat untuk memasuki profesi medis dan penelitian ilmiah tingkat lanjut jika mereka menginginkannya. Beberapa sekolah medisnya memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan Sekolah Kedokteran Amerika Latin terus menarik siswa dari seluruh dunia. Saat ini, negara ini adalah pemimpin dalam penelitian biomedis, dengan sejumlah penemuan penting. Negara ini juga merupakan teladan dalam bidang tanggap bencana dan dalam internasionalisme perawatan kesehatan yang tidak mementingkan diri sendiri di puluhan negara.”
Melacak akar perhatian Kuba pada kesehatan ini telah nampak pada akhir tahun 1970-an. Pada tahun itu layanan kesehatan tersedia secara nasional dan indikatornya mulai membaik. Misalnya, angka kematian bayi pada tahun 1960 yang mulanya 37,3 per 1.000 pada tahun 2010 angka ini turun menjadi 4,5. Sebagai perbandingan juga, pada tahun 2009 angka kematian bayi di AS masih mencapai 6,42. Pada tahun 2010. Angka harapan hidup secara keseluruhan di Kuba adalah Tujuh Puluh delapan tahun. Kuba mencapai peningkatan lain dalam kesehatan masyarakat dengan rasio dokter terhadap pasien adalah 1 banding 147. Angka yang tinggi sekali, sementara di Amerika Serikat setiap dokter melayani 390 pasien, Itu pun masih harus berbayar. Capaian mengesankannya lainnya dari Kuba adalah pada tahun 2015. Pada tahun itu, Kuba menjadi negara pertama yang bisa memutus penularan HIV-AIDS dari orang tua ke anak.
Kesehatan di Kuba adalah hak rakyat. Pengobatan yang disosialisasikan di Kuba berarti semua orang dilayani secara gratis. Sembilan Puluh Delapan persen dari semua anak di bawah usia Dua tahun divaksinasi terhadap Tiga Belas penyakit umum. Sembilan Puluh Lima persen dari semua perempuan hamil diperiksa oleh dokter secara berkala dan intens yang menghasilkan tingkat kematian bayi menurun drastis. Hampir seluruh penduduk menikmati pengendalian penyakit kronis, termasuk pengaturan tekanan darah dan tes pencegahan lainnya. Rumah Sakit di Kuba tersebar di seluruh Kawasan dengan obat-obat yang lengkap dan alat-alat yang canggih. Kuba juga membekali penelitian lebih lanjut mengenai masalah kesehatan dengan mendirikan laboratorium medis yang memungkinkan pengembangan ilmu kedokteran meningkat pesat serta mengirimkan dokter-dokter yang dimilikinya dalam misi solidaritas global untuk membantu dan menerapkan capaian maju dengan ilmu kedokteran yang dimilikinya tersebut.
Petugas kesehatan dan petugas pendidikan Kuba melayani masyarakat dalam negeri dan luar negerinya dengan total. Dalam pembacaan Margaret Randall, para pekerja untuk bantuan luar negeri ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan pekerja untuk bantuan luar negeri dari AS. Pertama, pelayanan Kuba tidak pernah dipaksakan. Kuba terbuka dalam menanggapi undangan dari negara bersangkutan yang meminta pertolongan. Kedua, personil Kuba di luar negeri di setiap bidang sangat berhati-hati untuk menghormati budaya, adat istiadat, dan politik setempat. Mereka tidak mengumpulkan data yang nantinya akan digunakan untuk mengeksploitasi kehidupan siswa atau pasien mereka. Mereka tidak berada di sana untuk mengiklankan sistem politik Kuba, tetapi hanya untuk mengajar atau menyembuhkan. Nilai-nilai moral dan politik internasionalis Kuba tercermin dalam kesediaan mereka untuk pergi ke tempat-tempat yang sulit dijangkau dan melakukan pekerjaan yang paling sulit. Pengorbanan dan kasih sayang mereka telah membuat mereka dipuji di mana-mana.
Solidaritas Internasional: Pelajaran Penting dari Kuba
Kuba memulai solidaritas internasionalnya ketia usia kemenangan revolusi masih sangat muda, masih belum genap 2 tahun. Buku Exporting Revolution menuliskannya dengan dramatis. Tepatnya pada tahun 1961, Kuba mengirimkan kapal yang berisi persenjataan lengkap untuk membantu Aljazair melawan kolonialisme Prancis. Kapal itu, Bahía de Nipe, diikat di sebuah dermaga di Casablanca dan menurunkan persenjataan yang diperuntukkan bagi Front de Libération Nationale (Front Pembebasan Nasional). Setelahnya, Bahía de Nipe kemudian kembali ke Kuba dengan Tujuh Puluh Enam pejuang Aljazair yang terluka dan dua puluh anakanak pengungsi. Beberapa dari anak-anak itu telah menjadi yatim piatu karena perang dan yang lainnya terluka karena pertempuran. Kuba menerima mereka semua. Sebagian besar orang Aljazair ini membutuhkan penyembuhan fisik, emosional, dan sejumlah yang lainnya membutuhkan prosthesis atau alat kesehatan untuk anggota tubuh yang hilang. Ketika hampir semuanya sudah mulai pulih, sebagian besar anak-anak tetap tinggal di Kuba untuk belajar dan beberapa melanjutkan untuk menyelesaikan pendidikan universitas secara gratis. Dan solidaritas Kuba masih belum berhenti. Dua tahun kemudian, pada tahun 1963, masih dalam misi solidaritas internasional untuk Aljazair. Kali ini Kuba datang membantu dengan 686 pasukan darat bersenjata disertai para dokter Kuba. Ini adalah kali pertama para dokter Kuba pergi ke luar negeri untuk menyelamatkan nyawa. Ketika penanggalan sejarah sampai pada tahun 2017, Dokter-dokter Kuba telah dikirimkan lebih dari Tujuh Puluh negara.
Kuba melakukan misi solidaritas global yang penting ke Afrika, Asia, dan negeri-negeri yang ada di Amerika Latin dengan semua kemampuan yang dimiliki. Di keluarga Kuba, sudah menjadi pemandangan umum bahwa satu atau dua anggota keluarga di dalam rumah pasti pernah menjalankan misi internasional dalam program solidaritas global menjadi Internasionalis. Baik dalam urusan militer, kesehatan, pendidikan, sampai pertanian. Apa gerangan yang membuat rakyat Kuba mau menjalankan misi tersebut? Padahal, tidak ada kompensasi materi yang tinggi untuk diberikan. Termasuk juga, kedatangan internasionalis Kuba di wilayah-wilayah miskin dan terbelakang, atau dalam keadaan yang menyedihkan itu, tidak dalam rangka mendapatkan upah yang tinggi atas apa yang mereka lakukan.
Pertama-tama penting melihat sejarah Kuba yang membuktikan bahwa revolusinya memiliki nuansa yang internasionalis dan kental dengan corak solidaritas. Pada tahun 1974, ketika Fidel Castro menjelaskan keputusan untuk mengirim pasukan Kuba ke Angola, dia berbicara kepada lebih dari satu juta orang yang berkumpul di Plaza Revolusi. Margaret Randall melukiskan kesaksiannya sendiri yang hadir pada hari itu. “Saya adalah salah satu dari mereka. Saat itu adalah hari musim panas yang terik, dan kami berdiri berdekatan di bawah matahari Karibia. Jam demi jam berlalu, namun tidak ada yang bergerak atau berbicara. Saya ingat sebuah keheningan yang mengesankan ketika Fidel menjelaskan bahwa Kuba telah dihuni oleh orangorang Afrika yang dibawa sebagai budak. Darah Afrika mengalir di nadi kita, katanya, dan kita memiliki kewajiban untuk membantu Afrika keluar dari kolonialisme. Kami yang mendengar katakatanya merasakannya dalam setiap serat dari diri kami. Ini merupakan keputusan unik dalam sejarah sejarah militer modern, sebuah kesungguhan yang mendalam dengan mereka yang nenek moyangnya telah diculik dan dijadikan budak untuk membantu membangun negara yang diwariskan oleh mereka yang mendengarkannya. Sentimen ini dialami secara mendalam oleh banyak orang Kuba yang secara sukarela ikut berperang di Angola,” ucapnya.
Selama setengah abad terakhir, dalam catatan Margaret Randall, Kuba telah menampung puluhan ribu anak yang tidak memiliki tempat lain untuk mereka datangi. Kuba mendirikan Isle of Youth, tempat puluhan sekolah untuk anak-anak dari Nikaragua, Chili, Uruguay, Namibia, Angola, Ethiopia, dan negara-negara lain di mana gejolak perang telah menghapus kemungkinan anak-anak itu mendapat pendidikan yang layak. Sekolah-sekolah ini bahkan sampai mempekerjakan guru-guru dari negara asal mereka yang mengajar kelas dalam bahasa asli mereka, menyajikan makanan yang akrab bagi mereka, dan mempertahankan tradisi budaya yang bertujuan untuk melestarikan identitas nasional mereka. Setiap siswa menerima pendidikan gratis. Perhatian terhadap kesehatan fisik dan mental adalah bagian dari program yang disediakan. Kuba memberikan sambutan, kehangatan, dan kesempatan untuk mempelajari disiplin keilmuan dan ketrampilan yang akan membantu perkembangan yang sehat bagi para siswa ketika mereka kembali ke negerinya masing-masing.
Solidaritas Kuba tidak terbatas hanya pada satu aspek, Ia multidimensional. Internasionalisme Kuba disiapkan secara lengkap dan tidak hanya sekadar bantuan di medan perang semata. Program Solidaritas Kuba, termasuk di dalamnya, adalah membantu orang lain keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan, membentuk gagasan-gagasan baru untuk pembangunan yang lebih baik, mengajarkan baca-tulis untuk masyarakat, dan datang untuk membantu negaranegara yang menderita bencana alam yang dramatis serta mengirim guru-guru dan tenaga medis ke puluhan negara miskin.
Program tersistematis ini melibatkan para ahli di berbagai bidang mulai dari pertanian hingga perikanan dan bioteknologi. Ini juga termasuk membawa puluhan ribu anak muda untuk belajar di Kuba, termasuk ratusan orang untuk mendapatkan gelar medis yang semuanya diberikan secara gratis.
Kuba, masih dalam pendekatan pekerjaan sosial makro, juga memiliki program intervensi Community Development dan Community Organization yang unggul. Para internasionalis Kuba, dalam buku Exporting Revolution, bekerja menangani masalah-masalah mendesak yang disebabkan oleh kediktatoran, serangan asing, atau bencana alam, dan kemudian mulai meletakkan dasar untuk kolaborasi yang berkelanjutan dari kepemimpinan satu arah bergeser ke kemandirian masyarakat setempat. Strategi internasionalis Kuba adalah membantu negara tuan rumah memperkuat program sosialnya sendiri, sehingga ketika masalah di masa depan muncul, negara tersebut akan lebih mampu untuk menangani masalahnya sendiri. Memang ada cukup banyak spesialis Kuba yang tetap berada di negara-negara ini selama bertahun-tahun sebelum pulang kembali ke negaranya dengan misi bersama-sama mendirikan pusat rehabilitasi dan kesehatan mental serta melatih tenaga lokal. Puluhan ribu korban bencana telah dibawa ke Kuba untuk menerima bantuan medis yang berkelanjutan
Ribuan siswa dari seluruh negara berkembang juga belajar secara gratis di sekolah kedokteran internasional Kuba, Escuela Latinoamericana de Medicina, dan pulang ke negerinya kembali dengan membawa hasil pendidikan yang membuat mereka lebih siap menghadapi bencana di masa depan. Dan pada praktiknya yang lebih lanjut, internasionalis Kuba menggenggam erat etik yang tinggi dalam setiap pekerjaannya. Mereka tidak tinggal menetap setelah pekerjaan mereka selesai. Mereka juga tidak merampas sumber daya alam sebagai hadiah perang, dan selalu menyertakan tenaga kesehatan atau guru bersama dengan penasihat militer dan pejuang yang dikirimnya.
Margaret Randall memotret dengan jeli kondisi khusus Kuba dengan praktik solidaritas globalnya yang dilakukan ini. “Kuba telah jauh memiliki akar solidaritasnya sejak salah satu intelektual revolusioner abad kesembilan belas yang dimilikinya, José Martí, telah berbicara dengan jelas untuk satu identitas dan kesatuan Amerika Latin, dan sejak abad itu, para patriot Kuba memahami bangsa dalam istilah yang paling luas, sebagai kemanusiaan. Internasionalisme Kuba adalah salah satu bukti yang paling relevan mengenai visi keadilan global dan unsur utama dalam Revolusi yang menata ulang nilai-nilai, baik kolektif maupun individual,” tulisnya lebih lanjut, “Isme internasional Kuba ini juga bertentangan dengan teori politik arus utama bahwa negara-negara bangsa mengikuti kepentingan negara yang sempit dan berpegang teguh pada lingkup geografis mereka, doktrin-doktrin yang dikembangkan dari Machiavelli hingga Metternich. Intinya, Kuba adalah pengecualian.”
Solidaritas adalah pilar identitas rakyat Kuba. Seruan seperti "Kami mungkin miskin, tetapi kami bangga" adalah ungkapan yang didengar oleh banyak orang selama tahun-tahun pertama Revolusi. Kebanggaan ini, terutama seperti yang ditunjukkan dalam internasionalisme, membawa keindahan dan kekuatan budaya Kuba ke tempat-tempat yang jauh dari pulau Karibia. Keyakinan ini juga yang secara kuat mendasari internasionalisme Kuba, seperti yang terlihat dalam bantuan heroiknya untuk perjuangan pembebasan dan pengiriman puluhan ribu guru dan tenaga kesehatan yang terus membawa kesungguhan mereka ke daerah-daerah terpencil di dunia.
Permenungan kreativitas intelektual dan artistik yang dilakukan Margaret Randall membuatnya mempertimbangkan jangkauan Kuba yang mengesankan di bidang pendidikan dan perawatan kesehatan, dukungannya pada abad ke-20 untuk gerakan negara-negara nonblok, dan untuk perjuangan pembebasan yang mengangkat senjata melawan negara-negara diktator. “Apa yang paling mengejutkan saya bukan hanya fakta bahwa negara pulau yang kecil, terisolasi, dan terkepung itu berhasil bertahan dan berkembang, tetapi juga Kuba telah memberikan dan terus memberikan lebih dari bagiannya dalam hal moralitas, gagasan, keahlian, bakat, dan bantuan konkret kepada masyarakat di mana pun.”
Guru-guru dan tenaga kesehatan profesional Kuba telah bekerja dengan dedikasi yang luar biasa di daerah-daerah terpencil di seluruh dunia. Bantuan tenaga dan materi mereka ke Haiti setelah gempa bumi tahun 2010 dan pekerjaan mereka di beberapa negara Afrika untuk memerangi epidemi Ebola membuat takjub negara-negara yang lebih besar dan lebih kaya. Capaian Kuba ini diakui dan mendapat banyak pujian dari badan-badan internasional. Laidi, salah seorang relawan Kesehatan Kuba ketika diwawancara oleh Margaret Randall mengenai perannya sebagai dokter pertama Kuba yang dikirim di Zambia, dia menjelaskan, “Bagi saya, secara pribadi, pergi ke misi itu ketika saya melakukannya adalah pengalaman paling traumatis sekaligus paling mulia dalam hidup saya. Saya merasa menderita seperti yang belum pernah saya alami sebelumnya, dan saya belajar bahwa penderitaan orang lain jauh melebihi penderitaan saya sendiri. Hal ini mengajarkan saya dalam satu momen dramatis bahwa kondisi manusia lebih sederhana ketika kita semua berbagi pertolongan yang sama-kurangnya akan bantuan dan ketakutan yang sama akan kematian. Satu-satunya keuntungan seseorang adalah pengetahuan yang dimilikinya, dan satu-satunya cara untuk menolong adalah dengan berbagi pengetahuan itu, dengan memberikannya kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Jika saya menderita seperti yang tidak pernah saya alami sebelum pengalaman saya di Afrika, saya juga memberi lebih tanpa pamrih daripada yang saya alami sejak saat itu.”
We Shall Read dan We Shall Overcome
Pertanyaan pentingnya adalah apa yang mendorong sebuah negara kecil, miskin, dan belum berkembang, yang telah dipaksa menghadapi lebih dari setengah abad serangan dan privatisasi, untuk secara konsisten bermurah hati kepada mereka yang kurang beruntung, yang sering kali berada di belahan dunia yang jauh? Kuba, dengan akar revolusinya yang kuat memformulasikan sistem yang terencana tersebut. Kuba membuatnya tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan kemanusiaan yang selalu menghadapi masalah ketidakadilan struktural, terbatasnya akses, sampai tidak meratanya sumber daya yang bisa dimiliki oleh satu manusia terhadap manusia yang lain.
We Shall Read dan We Shall Overcome adalah dua buku teks yang dijadikan bahan ajar utama Kuba untuk masyarakatnya sesaat setelah revolusi dimenangkan. Terjemahan bebasnya: Kita akan baca dan kita akan atasi. Judul kedua buku tersebut menempatkan semangat pemahaman berdasarkan kesadaran literatif yang mendasar dan disusul model praktik yang mampu dimanifestasikan. Oleh karenanya, pertama, penting membaca Kuba melalui rujukan atau referensi yang berbeda daripada propaganda sepihak Amerika Serikat agar bisa diketahui konsep dan program-programnya yang luar biasa mengenai revolusi dan kemanusiaan. Kedua, penting melakukan analisia bahwa di negeri yang tidak terlalu luas itu, Kuba terus bertahan terhadap embargo ekonomi negara imperialis. Tidak hanya bertahan, tapi Kuba juga melakukan pengembangan pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis serta solidaritas internasional yang terus dilakukan sampai hari ini. Ketiga, konsep Kuba tentang membangun masyarakat berkeadilan memiliki akar historis yang panjang dan penting untuk melakukan pendekatan pada konteks keilmuan lain yang bisa memperkaya metode-metode baru. Keempat, formulasi mengatasi masalah sosial yang beragam di mana pun berada bisa diterapkan berdasarkan teksteks dan konteks penting perjuangan Kuba yang sesuai dengan keunikan wilayah masingmasing dengan permasalahan yang dialaminya. Kelima, internasionalis dan solidaritas global sebagai cara Kuba terbukti ampuh dan selalu relevan dengan kondisi ketidakadilan struktural, krisis kesehatan dan krisis pendidikan yang terjadi, serta masalah sosial yang kompleks. Hal ini penting untuk menjadi nilai keadilan, kesejahteraan, dan kesetaraan oleh aktivis, pekerja sosial, atau siapapun yang memiliki keberpihakan pada kemanusiaan.
Di Indonesia, hari ini kita mungkin hanya masih sanggup membayangkan. Namun, mencapai puncak gunung selalu dimulai dengan langkah pertama di lerengnya. Kuba memulai semuanya dengan keadaan yang serba sulit dan terbatas. Kuba menyadari bahwa keadilan dan kesejahteraan bersifat struktural. Pendekatan teori konflik akan sangat membantu kita memahami keadaan ini. Maka, menjadi penting bagi kita mengumpulkan pengetahuan persepsional-empiris ini menjadi analisa rasional yang memungkinkan kita menerapkan kesatuan teori dan praktek pada berbagai lapisan yang kontekstual dan memungkinkan. Hal itu mungkin dilakukan pada individu, kelompok, atau komunitas yang lebih besar. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan universal serta solidaritas adalah pekerjaan rumah yang masih menjadi persoalan utama bangsa ini. Kita penting mengestraksi pengalaman Kuba sampai pada keadaan objektif kita. Keadaan ironi sebuah negeri yang kaya raya dan dihuni oleh mayoritas rakyatnya yang miskin.
Kuba adalah revolusi. Kuba mengekspor revolusinya. Kuba, bersama internasionalis dan semangat solidaritas globalnya menyebar ke penjuru dunia. Semoga, nilai itu, sampai juga pada kita.
Hasta la victoria siempre! Patria o muerte!
Yogyakarta, Desember 2022
Kanal Muda. Mengalirkan Kehidupan.